search

Selasa, 01 Maret 2011

Membedah Kitab Suci Ahmadiyah, Tazkirah

Oleh DR. H. Ramli Abdul Wahid, MA

A. Kesucian Kitab Tazkirah

Pendiri Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad yang lahir di India pada tahun 1835 dan meninggal 1908, sejak tahun 1871 mengklaim dirinya menerima wahyu dari Tuhan. Ia mengkalim kedatangan Malaikat Jibril kepadanya. Di antara wahyu yang diterimanya adalah, Qul ya ayyuhannas inni rasulullahi ilaikum jami‘an (Katakanlah (Hai Ahmad) sesungguhnya saya adalah rasul Allah kepada kamu semuanya) dalam Tazkirah hlm. 532. Wahyu-wahyu yang diturunkan kepadanya tidak ada yang menghafalnya dan tidak ada yang mencatatnya kecuali dirinya sendiri. Ia mencatatkan wahyu-wahyunya bertebaran di dalam berbagai buku karangannya, baik dalam bukunya yang berbahasa Arab, seperti al-Istifta’, Mawahib arRahman, dan Maktub Ahmad, maupun dalam bukunya yang berbahasa Urdu, seperti Haqiqatul Wahyi, Izalah Awham, dan Eik Ghalathi Ka Izalah.

Karena keadannya yang bersebar itu, Khalifahnya yang kedua bernama Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad berusaha menghimpunnya dalam sebuah buku yang bernama Tazkirah. Namun, usaha Basyiruddin belum mencakup semua wahyu itu, maka Khalifah ketiga, Hadrat Nasir Ahmad berusaha melengkapinya sehingga Tazkirah yang kedua ini menjadi lebih tebal daripada yang pertama. Tebal Tazkirah pertama itu lebih kurang dua pertiga dari Tazkirah yang kedua. Himpunan wahyu Mirza Ghulam Ahmad yang dikerjakan Khalifah ketiga inilah yang menjadi pegangan Ahmadiyah sekarang. Jadi, Kitab Tazkirah tidak ditulis oleh Mirza Ghulam Ahmad.

Tetapi, ia menuliskannya dalam berbagai bukunya, kemudian dihimpun oleh Kahlifah yang kedua dan ketiga dalam sebuah buku, yakni Tazkirah. Sama halnya dengan Kitab Suci umat Islam, Al-Quran tidak ditulis oleh Nabi Muhammad Saw. tetapi dihimpun oleh tim yang dibentuk Khalifah ketiga, Usman bin Affan se-hingga dikenal dengan sebutan Mushhaf Utsmani. Sehubungan dengan kesucian Tazkirah memang diakui oleh seorang alim dan tokoh Jemaah Ahmadiyah, H. Sayuti Aziz Ahmad. H. Sayuti Aziz Ahmad ini benar-benar menguasai Tazkirah karena ia adalah alumnus Al-Jami‘atul Islamiyah Rabwah Pakistan, yaitu kota basis Ahmadiyah dan ia menguasai dan mengajarkan bahasa Arab dan Urdu. Ia juga pernah mengenyam pendidikan di Fakultas Ekonomi Universitas Lampung. Jawa Pos News Network terbitan 8 September 2005 memuat keluhan H. Sayuti. Menurut Sayuti, untuk dapat menjalankan titah Nabi Mirza Ghulam Ahmad, umatnya harus memahami isi Kitab Suci Tazkirah. Uniknya, umatnya justru banyak yang rajin membaca Al-Quran.

Sebagai tokoh Ahmadiyah, H. Sayuti terpaksa ekstra keras memberikan pengajaran kepada keluarganya. Pasalnya, keempat anaknya mempunyai latar belakang pendidikan yang sama sekali berbeda dengan orang tuanya. Tetapi, dengan kerja keras, H. Sayti berhasil mengAhmadiyahkan anak-anaknya. Sayuti berkata, “Alhamdulillah keluarga saya sekarang sudah seiman. Semuanya kini menjadi pengurus Ahmadiyah.” H. Sayuti inilah yang mengakui Tazkirah sebagai Kitab Suci, bukan orang Ahmadiyah biasa.

B. Kandungan Kitab Tazkirah

Tebal Kitab Tazkirah 818 halaman. Isinya berbahasa Arab dan Urdu. Isinya yang berbahasa Arab ada yang persis seperti ayat-ayat Al-Quran, ada yang mirip, ada pula yang memang berbeda total dengan Al-Quran, dan ada pula yang sama dengan hadis. Kalimat yang sama dengan ayat Al-Quran misalnya, Qul in kuntum tuhibbunallah fattabi‘uni yuhbibkumullah (Katakanlah (wahai Ahmad), jika kamu mencintai Allah maka ikutilah aku niscaya Allah mencintaimu.) Ini adalah penggalan Al-Quran surat Ali Imran: 31. Sementara dalam Tazkirah hlm 221, sambungannya lain lagi, yaitu Wa yaghfir lakum zunubakum wa yarham ‘alaikum wa huwa arhamur rahimin (Dan Ia mengampuni dosa-dosa kamu, memberi rahmat atas kamu, dan Ia Paling Penyayang.) Dalam Tazkirah hlm. 352, sambungannya, Wa qul ya ayyuhan nas inni rasulullah ilaikum jami‘an aiy mursalum minallah (Dan katakanlah, Hai manusia sesungguhnya saya rasul Allah kepada kamu sekalian, artinya diutus dari Allah.)

Mirza Ghulam Ahmad mengkalim bahwa ayat ini turun kepadanya setelah pernah turun kepada Nabi Muhammad saw. Dalam bukunya, Eik Ghalathi Ka Izalah versi Indonesia hlm. 5, Mirza Ghulam Ahmad mengatakan bahwa dalam wahyu ini Tuhan sudah menamainya Muhammad dan Rasulullah. Karena itu, orang Ahmadiyah tidak perlu merombak bagian kedua dari syahadatnya, yakni wa asyhadu anna muhammadar rasulullah yang artinya, Dan saya bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah. Jadi lafal syahadat orang Islam sama dengan syahadat orang Ahmadiyah. Akan tetapi, hakikatnya berbeda karena Muhammad dalam syahadat orang Islam adalah Muhammad bin Abdillah, sedang Muhammad dalam syahadat orang Ahmadiyah maksudnya Mirza Ghulam Ahmad.

Contoh isi Tazkirah yang mirip dengan Al-Quran adalah Ya Ahmadu uskun anta wa zaujukal jannah (Hai Ahmad, diamlah engkau dan isterimu di dalam sorga) mirip dengan Ya Adamu uskun anta wa zaujukal jannah (Hai Adam. Diamlah engkau dan isterimu dalam sorga). Inna anzajnahu qariban minal Qadiyan (Kami turunkan (Tazkirah) dekat dari Kadiyan) mirip dengan Inna anzalnahu fi lailatil qadr (Sesungguhnya, Kami menurunkannya (Al-Quran) pada malam yang agung). Contoh yang memang beda secara total dengan ayat-ayat Al-Quran antara lain adalah Wadha‘nan nasa tahta aqdamika (Kami tempatkan manusia di bawah telapak kakimu) dalam Tazkirah hlm. 744. Ya Ahmadu Ju‘ilta mursalan (Hai Ahmad, engkau telah dijadikan utusan) dalam Tazkirah hlm. 487. La‘natullahi ‘alallazi kafar (Laknat Allah atas orang yang kafir), Burika man ma‘aka wa man haulaka (Diberkahi orang yang bersamamu dan orang di sekitarmua) dalam Tazkirah hlm. 751.

C. Kesimpulan

Sebagai himpunan wahyu, Tazkirah adalah sebuah kitab suci yang mengandung ajaran yang diterima Mirza Ghulam Ahmad dari Tuhannya. Isinya adalah menegaskan kenabian dan kerasulan Mirza. Orang yang kafir kepadanya akan mendapat laknat Tuhan. Kenabian, kerasulan, dan kelebihan Mirzalah yang ditekankan dalam Tazkirah. Susunan lafalnya banyak yang sama dan mirip dengan Al-Quran, tetapi maknanya disimpangkan dari yang sebenarnya. Kata yang ditujukan kepada Nabi Muhammad dipalingkan kepada Mirza sehingga Mirzalah nabi itu. Pengakuan Mirza sebagai nabi dan rasul, jelas membuatnya sesat dan keluar dari akidah Islam. Perbuatan Mirza mengacak-acak Al-Quran dan memutarbalikkan maknanya adalah tindakan penodaan terhadap Agama Islam. Karena itu, pelarangan kegiatan Ahmadiyah hanyalah solusi semu. Solusi final tidak lain kecuali pembubarannya.

Pelunis adalah Ketua Komisi Dikbud MUI SU.


http://pancallok.com/agama/membedah-kitab-suci-ahmadiyah-tazkirah/

2 komentar: