search

Rabu, 18 Maret 2009

Suamiku, alhamdulillah aku memilihmu…

June 25th, 2007 by al-furwadady

Assalammu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh.

Mungkin hanya ingin berbagi pengalaman. Tarbiyah yang Ana dalami dahulu adalah melalui harakoh liqo’-nya PKS, cukup lama, sejak Ana SMA sampai pasca-sarjana. Tujuan Ana mengikuti liqo’ sesungguhnya hanyalah untuk bertholabul ‘ilmi. Ana merasa selama mengikuti liqo’, tidak banyak ilmu yg bisa Ana dapatkan. Dalam banyak rapat atau pertemuan, walaupun judulnya "untuk perkembangan dakwah", tapi terlalu banyak membahas keorganisasian. Apalagi saat2 menjelang Pemilu lalu…. Wuihhhhh… agenda dakwah hanyalah untuk kepentingan politik.

Karena itulah, Ana berusaha mencari kelompok2 lain untuk "memuaskan" kebutuhan tholabul ‘ilmi. Cukup banyak juga kelompok pengajian yg pernah Ana ikuti , seperti LDII, jama’ah tabligh dll. Sayangnya, saat itu tidak ada yg mempekenalkan Ana kepada manhaj salaf yang haq ini. Karena Ana selalu berada pada lingkungan kampus, dan yang "menguasai" lingkungan kampus di tempat Ana adalah harakoh-nya PKS, maka dengan alasan kenyamanan karena dekat dengan lingkungan kerja, Ana kembali lagi ke liqo’, daripada tidak sama sekali, pikir Ana.

Alhamdulillah, sekitar 7 bulan yang lalu Allah menunjukkan jalan kepada manhaj yang haq Ana ini melalui seorang teman dengan mengajak mengikuti dauroh 3 hari. Itulah pertama kalinya ana mengenal manhaj salaf. Kesan pertama adalah kekaguman karena dauroh begitu terbuka, boleh dihadiri siapa saja. Bahkan saat itu banyak orang2 yang sangat awam, bahkan ada juga "preman" yang ikut mendengarkan. Satu point yang sama sekali tidak pernah ana lihat di liqo’. Dauroh adalah pertemuan "super rahasia" yang hanya boleh dihadiri oleh murobbi atau anggota dengan "pangkat-pangkat" tertentu. Kalau yang untuk umum mungkin namanya hanya tabligh akbar.

Kekaguman kedua yg ana rasakan saat itulah ketegasan pada manhaj ini, terutama terhadap ketentuan ibadah dengan segala penjelasan ilmiyyah-nya. Satu hal juga yg jarang Ana dapati dalam liqo’ yg ana jalani, dimana perbedaan2 akhirnya diserahkan pada pribadi masing2 tanpa penjelasan yang benar-benar ilmiyyah dan kuat berdasarkan Quran dan Hadits.

Karena sudah cukup banyak manhaj yg pernah ana ikuti, tadinya ana pikir bahwa manhaj salaf ini hanyalah salah satu dari sekian banyak manhaj yg berkembang, terutama di Indonesia. Ana tetap mengikuti liqo’. Saat itu, satu prinsip yang cukup "mendarah-daging" dalam diri Ana adalah selama semua kelompok-kelompok pengajian itu bertujuan untuk mencari keridhoan Allah dan surga, maka mereka semua adalah benar. Perbedaan itu adalah fitrah, dan justru menambah "khasanah" kekayaan cara berpikir umat Islam. Benar-benar Ana telah terdoktrin oleh pemikirannya Hasan Al-Banna, yaitu: "Marilah kita bekerja sama untuk hal-hal yang disepakati, dan saling menghargai untuk hal-hal yang berbeda". Cara berpikir yang benar2 tidak jauh berbeda dengan mereka yg menjunjung Islam Liberal.

Tapi Alhamdulillah, ternyata Allah mempertemukan jodoh Ana dengan ikhwan bermanhaj salaf ini. Untuk ta’aruf, Ana hanya mengantongi izin dari orangtua dengan ber-"back street"-ria dari murobbi, karena ana hafal betul persyaratan dan prosedur yang akan diajukan murobbi yang seolah-olah lebih berhak menentukan iya-tidaknya, lebih dari orangtua sendiri. Walaupun begitu, Ana tetap mengajukan persyaratan kepada calon suami agar tetap diizinkan untuk liqo’ dan tetap terlibat dengan segala aktivitas harakoh. Ana akui saat itu ana cukup keras.

Walaupun saat itu calon tetap menyetujuinya, namun dia selalu sabar mengajak ana untuk berdiskusi tentang manhaj ini. Dalam diskusi, jujur, hampir semua yang keluar dari mulut Ana tentang syariah ataupun ibadah lebih bersifat aqliyah (logika/ filsafat), alias menurut pemikiran sendiri atau pemikiran si "anu", atau menurut standar masyarakat dan sebagainya. Jauh berbeda dengan calon yang selalu mengemukakan argumen-argumen ilmiyyah berdasarkan Quran dan Hadits.

Tapi karena sudah cukup lama Ana menggeluti dunia liqo’, tentu tidak begitu saja dengan mudahnya Ana bisa menerima semua pendapat calon dalam diskusi-diskusi kami. Terus terang butuh waktu. Apalagi saat dia menjelaskan mengenai penyimpangan Ikhwanul Muslimin, Hasan Al-Banna, Yusuf Qardhawi, bahkan PKS, terus terang kami sempat konfrontasi, ana membela semuanya. Terus terang walaupun lama bergelut di dunia liqo’ jujur ana akui saya tidak pernah benar2 tahu sampai ke akar2nya apa itu IM, siapa itu Hasan Al-Banna, dll. Hanya kulitnya saja. Jangan berharap kita akan mendapatinya saat liqo’.

Walaupun saat itu ana jadi tidak menyukai calon yang telah "bicara miring" tentang aktivitas yang ana geluti, justru ana menjadi penasaran. Gengsi untuk bertanya langsung ke calon, ana berusaha mencari informasi sendiri, baik di media, buku, internet maupun bertanya. Tapi malah membuat ana semakin bingung karena informasi yg ana dapatkan jadinya dari kedua belah pihak: IM dan salafy. Ada yg membela IM dan mencaci Salafy, ataupun sebaliknya.

Tapi Alhamdulillah, Allah semakin mengarahkan ana kepada manhaj yang haq ini. Terus terang ini juga berkat kesabaran calon suami ketika itu yang tidak henti2nya dengan penuh kesabaran (karena sering ana bantah) terus menerus memperbaiki pemahaman, cara berpikir dan manhaj ana. Dan Alhamdulillah sebelum menikah, ana dengan mantap memutuskan untuk keluar dari liqo’, dan tentu saja itu sangat disayangkan oleh murobbi.

Intinya, Ana sangat bersyukur atas "hadiah" luar biasa yang Allah berikan kepada ana: seorang suami yg sholeh, berilmu dan istiqomah di manhaj yang haq ini, dan juga telah begitu banyak berkorban untuk membimbing ana menuju kebenaran. Walaupun telah beberapa bulan menikah, ana akui masih "tersisa" cara-cara berpikir IM dalam diri ana, dan suami dengan sabar terus mengingatkan dan membimbing. Subhanallah.

Jadi, untuk ikhwan yang calonnya sedang liqo’, tidak ada salahnya dicoba. Pelan-pelan ajak diskusi, dan tentu saja anta harus lebih berilmu. Insya Allah dengan ilmu yang benar, sesuai Quran dan Hadits, lambat laun calon akan dapat menerimanya. Karena kebenaran akan selalu menang, jika disampaikan dengan cara yang benar dan baik pula, Insya Allah. Siapa tahu si ukhti termasuk salah satu dari orang yang beruntung seperti ana, mendapatkan suami yang dapat membimbing kepada kebenaran, wallahu’alam bi shahwab.

Afwan kalau terlalu panjang.

Wassalammu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh.

Maria

HAMBA SELALU MEMBUTUHKAN HIDAYAH

Setiap hamba membutuhkan hidayah pada setiap waktu dan kesempatan, dalam setiap perkara yang hendak dikerjakan atau ditinggalkannya.
Masing-masing hamba tak akan lepas dari salah satu kondisi berikut:
  1. Pertama : Kondisi yang berbagai amalan yang ia lakukan tidak sebagaimana mestinya, lantaran jahalah (ketidaktahuannya). Kala itu, ia membutuhkan hidayah dari Allah, berupa terbukanya pintu ilmu.
  2. Kedua: Kondisi yang ia telah mengenal hidayah, namun ia melakukan hal-hal yang tidak sebagaimana mestinya dengan sengaja. la membutuhkan hidayah untuk dapat bertaubat.
  3. Ketiga : Kondisi yang ia tidak mengenal hidayah secara ‘ilmiyah ataupun amaliyah. Sehingga ia kehilangan hidayah, baik berupa ilmu pengetahuan maupun keinginan mendapati dan mengamalkannya.
  4. Keempat: Kondisi yang ia telah mendapat hidayah, namun hanya mampu mengamalkan sebagian dari satu amalan menurut petunjuk, sementara sebagian yang lain tidak. Orang seperti itu membutuhkan hidayah untuk dapat melakukannya secara sempurna.
  5. Kelima: Kadangkala seseorang mampu melakukan sesuatu amalan menurut bingkai dasarnya, namun belum mampu mengamalkannya secara rinci. Orang tersebut membutuhkan hidayah yang bisa membimbingnya untuk mengamalkannya secara rinci.
  6. Keenam: Kadangkala seseorang telah mendapat suatu hidayah, namuni ia masih membutuhkan hidayah lain dalam penerapannya. Karena hidayah menuju satu jalan berbeda dengan hidayah dalam meniti jalan tersebut. Bisa kita contohkan, seperti seseorang yang telah mengenal jalan ke negeri si anu, yaitu melalui jalan ini dan itu. Namun ia tak mampu menempuhnya dengan baik. Karena untuk menempuhnya dibutuhkan hidayah lain yang lebih khusus. Misalnya, seperti perjalanan yang harus dilakukan di waktu-waktu tertentu dan menghindari perjalanan pada waktu-waktu tertentu, dia harus mengambil perbekalan air di tempat ini dan itu dengan jumlah tertentu, beristirahat juga di tempat ini atau itu. ltulah yang dimaksud hidayah dalam penerapan satu amalan. Kerapkali orang yang telah mengenal satu jalan tidak mempedulikan hal itu, akhirnya ia celaka dan tidak sampai pada tujuannya.
  7. Ketujuh: Seseorang juga membutuhkan hidayah dalam satu amalan yang akan dilakukan, untuk masa- masa mendatang, sebagaimana petunjuk/hidayah yang telah ia peroleh di masa lampau.
  8. Kedelapan: Kadang-kadang seseorang tidak memiliki keyakinan sama sekali pada suatu amalan, apakah itu benar atau salah Ia membutuhkan hidayah untuk mengetahui kebenarannya.
  9. Kesembilan: Kadang seseorang yakin bahwa dirinya berada di atas kebenaran, padahal ia dalam kesesatan sementara dirinya tidak merasa. Maka orang itu membutuhkan hidayah untuk beralih dari keyakinan yang salah itu dengan bimbingan Allah.
  10. KesepuLuh: Terkadang seseorang dapat melakukan sesuatu sesuai dengan petunjuk, namun ia membutuhkan hidayah untuk dapat membimbing orang lain menuju hidayah itu, mengarahkan dan dan menasehatinya. Apabila ia melalaikan hal itu, berarti ia telah kehilangan satu hidayah sebatas kelalaiannya.
wallahu ‘alam

Senin, 16 Maret 2009

MASUK SURGA KARENA SAYANG ANAK

suatu hari 'aisyah,istri rasulullah saw didatangi seorang tamu.Dia adalah seorang wanita dg kedua anaknya yang masih kecil.Wanita tersebut datang untuk meminta sesuap makanan untuk menyuapi ke dua anaknya yang lapar.Wanita tersebut meminta bantuan kepada ;'asisyah krn ia sangat sayang kpd kedua anaknya,sementra ia tidak memiliki apa-apa. Kebetulan aisyah saat itu juga tidak memiliki makanan,kecuali sebutir korma saja.Wanita itu dengan senang menerima sebutir kurma yang diberikan aisyah.Dibelahnya buah kurma itu menjadi dua bagian,kemudian disuapkan kpd kedua anaknya.
setelah mendapatkan makanan,.sang wanita tak lupa

INGATLAH.....

jadikanlah al Qur'an sebagai penawar hati,
dzikirlah sebagai penghibur sepi,
sholatlah sebagai pelindung diri,
takwalah sebagai baju dalam taman hati nan jadikanlah islam sebagai agama sejati....

Selasa, 10 Maret 2009

SHOLAT SUBUH

"KEAJAIBAN SHOLAT SUBUH"

"Barang siapa melaksanakan sholat subuh,maka ia berada dalam jaminan alloh, maka jangan sampai alloh menarik kembali jaminannya kepada kalian dengan sebab apapun.
karena siapa yang alloh cabut jaminannya darinya dengan sebab apapun,pasti akan cabut, kemudian alloh akan telungkupkan wajahnya dalam neraka jahannam."


SEORANG penguasa Yahudi berkata: "Kami baru takut terhadap umat Islam jika mereka telah melaksanakan salat subuh seperti melaksanakan salat Jum'at." (Buku Misteri Salat Subuh oleh Dr Raghib As-Sirjani).

"Sungguh masjid-masjid di seluruh penjuru dunia ini merintih pedih dan mengeluh kepada Allah karena dijauhi oleh mayoritas kaum muslimin ketika salat subuh tengah dilaksanakan. Kalau bukan karena ketentuan Allah bahwa benda-benda mati itu tidak bisa bicara, tentu manusia dapat mendengar suara rintihan dan gemuruh tangis masjid-masjid itu mengadu kepada Rabbnya Yang Agung". (Buku Keajaiban Salat Subuh oleh Dr. Imad Ali Abdus Sami Husain).

Dibalik pelaksanaan salat subuh, tersimpan rahasia yang menakjubkan. Banyak permasalahan yang bila dirunut, bersumber dari pelaksanaan salat subuh yang disepelekan. Itulah sebabnya, para sahabat Nabi SAW berusaha sekuat tenaga agar tidak kehilangan waktu emas itu. Pernah suatu ketika mereka terlambat salat subuh dalam penaklukkan Benteng Tsatar. "Tragedi" ini membuat sahabat semisal Anas bin Malik selalu menangis bila mengenangnya.

Menurut sejarah, kejayaan lahir dan batin umat Islam zaman dahulu karena mereka yang melaksanakan salat subuh seperti yang ditakutkan oleh penguasa Yahudi di atas yaitu jemaahnya sama seperti salat Jum'at. Pada zaman salafus sholih, masjid-masjid selalu penuh sesak dengan orang-orang yang menunaikan salat subuh seperti tidak ada bedanya dengan saat mereka menunaikan salat Jum'at. Keadaan ini masih terlihat di tanah suci Makkah dan Madinah saat ini. Pantaslah di sana kehidupan masyarakatnya makmur, relatif aman dan harga kebutuhan hidup stabil sejak puluhan tahun yang silam. Misalnya harga telur, apel, ayam, pisang dan udang tetap tidak berubah sama dengan saat ini.

Saking sayangnya Rasulullah SAW kepada pengikutnya, sampai beliau berdoa: "Ya Allah berkahilah umatku selama mereka senang bangun subuh". Dan dalam hadis lain beliau menjamin bila orang senang bangun subuh maka rezeki dan hidupnya akan berkah seperti sabda Rasulullah SAW: "Berpagi - pagilah kamu mencari segala keperluan atau hajat, karena sesungguhnya diwaktu pagi itulah terdapat berkah".

Kenapa maka salat subuh itu memperoleh perhatian utama? Sebab Allah SWT sendiri telah menegaskannya dalam Al Quran: "Dan (dirikanlah pula salat subuh). Sesungguhnya salat subuh itu disaksikan (oleh malaikat)". ( Al Isra (17) ayat 78 ).

Salat subuh memang merupakan tolok ukur keimanan seseorang. Jika ada seorang mukmin-walaupun ia jago puasa, tilawah Al Quran, berzikir atau bahkan ia seorang Dai sekalipun, namun ia masih merasa berat untuk bangun menghadiri salat subuh berjemaah di masjid, maka ia harus banyak bermuhasabah, jangan-jangan ia termasuk dalam katagori sabda Rasulullah SAW : "Salat yang paling berat bagi orang-orang munafik adalah salat Isya dan salat subuh" (HR.Ahmad), demikian antara lain komentar Dr Imad Ali Abdus Sami Husain dalam bukunya "Keajaiban Salat Subuh". Hal senada juga diungkapkan oleh Dr. Raghib As-Sirjani, seperti dikatakannya: "Seorang dai yang tidak menjaga salat subuh dalam berjemaah, tetapi dia berbicara dan berceramah dalam sebuah majelis tentang tegaknya agama Allah dimuka bumi, Naif !".

Dasar statement kedua ulama dan penulis Timur Tengah di atas, sudah pasti peristiwa yang terjadi di zaman Rasulullah SAW. Sebab bila beliau meragukan keimanan seseorang maka Nabi SAW akan menelitinya pada saat salat subuh. Apabila beliau tidak mendapati orang tadi salat subuh, maka benarlah apa yang beliau ragukan dalam hati. Ubai bin Ka'ab berkata: "Rasulullah SAW pernah salat subuh, kemudian berkata, 'Apakah kalian menyaksikan bahwa si Fulan salat?' Mereka menjawab, ' Tidak '. Beliau berkata lagi , ' Si Fulan ? '. Mereka menjawab , ' Tidak '. Maka Nabi Mulia itu berkata: "Sesungguhnya dua salat ini (subuh dan Isya) adalah salat yang berat bagi orang-orang munafik. Sesungguhnya, apabila mereka mengetahui apa yang ada dalam salat subuh dan isya, maka mereka akan mendatanginya, sekalipun dengan merangkak. (HR. Ahmad dan An-Nasai). Ibnu Umar RA pun berkata: "Ketika kami tidak melihat seseorang dalam salat subuh atau isya, kami langsung berperasangka buruk kepadanya." Dan ujar Imam Malik lagi : "Batas antara kita dengan orang-orang muanfik adalah menghadiri salat isya dan subuh, sebab orang-orang munafik tidak sanggup menghadiri kedua salat tersebut".

Diceritakan satu ketika Rasulullah SAW salat subuh di masjid Nabawi. Begitu pulang beliau mendapati putrinya Siti Fatimah masih tidur. Maka beliau pun membalikklan tubuh Fatimah dengan kakiknya, kemudian berkata: "Hai Fatimah, bangun dan saksikanlah rezeki Robbmu, karena Allah SWT. membagi-bagi rezeki para hamba antara salat subuh dan terbitnya matahari". ( HR.Baihaqi ).

Dilain waktu Rasulullah SAW usai memipin salat subuh, Beliau tidak melihat Ali bin Abi Thalib RA. Khawatir menantunya ini sakit, beliau langsung menuju rumahnya. Ketika bertemu dengan Siti Fatimah, mendapat penjelasan bahwa saking asyiknya Ali, suaminya beribadah malam, maka salat subuh dilakukan di rumah. Rasulullah SAW kemudian berkata kurang lebih: "Salat subuh yang dilakukan secara berjemaah (di masjid), lebih bagus daripada ibadah yang dilakukan seseorang sepanjang malam di rumah".

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: "Barangsiapa yang melaksanakan salat isya secara berjemaah , maka ia seperti salat malam separoh malam. Dan barangsiapa yang melaksanakan salat subuh secara berjemaah, maka ia seperti salat malam satu malam penuh". Sehingga Ibnu Umar RA pun menegaskan: "Sungguh, aku bisa melaksanakan salat subuh secara berjemaah, itu lebih aku sukai daripada salat malam semalam suntuk". Sudah pasti yang paling baik adalah istiqamah salat malam di rumah sesuai kemampuan dan ditutup dengan salat subuh secera berjemaah di masjid.. Wallahualam.**